Setelah sekian lama tapi masih tetep blum beres2 juga tuh... ini berita terakhirnya.. gila deh...
JAKARTA, KAMIS - Artalyta Suryani alias Ayin dari tempat penahanannya ternyata masih sempat berbincang melalui telepon dengan terdakwa suap, jaksa Urip Tri Gunawan, 10 Juni lalu.
Kemudian, pada 5 Juni 2008, bertelepon dengan salah seorang yang belum diketahui namanya, tapi intinya ingin "mengatur" skenario dalam persidangan dirinya tersebut. Ayin ditahan di Mabes Polri, dan jaksa Urip Tri Gunawan ditahan di Polda Metro Jaya.
Hal itu diketahui dalam rekaman hasil penyadapan hubungan telepon antara Ayin dan Urip Tri Gunawan yang terungkap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (17/7).
Rekaman perbincangan pada 10 Juni 2008 itu berlangsung empat menit pada pukul 21.00 WIB, sementara pada 5 Juni 2008 perbincangan selama dua menit.
Bagi Artalyta Suryani dan Urip Tri Gunawan, kursi pesakitan di pengadilan ternyata bagai bangku perkuliahan. Hal tersebut digunakan Artalyta dan Urip untuk mengumpamakan persidangan saat mendiskusikan keterangan yang akan diberikan jaksa asal Bali itu. Hal ini terekam dalam percakapan keduanya pada 10 Juni 2008 pukul 21.00 WIB.
Dalam percakapan itu terungkap Artalyta menyetir Urip untuk memberikan keterangan yang sama dengannya saat persidangan. Artalyta meminta Urip agar konsisten dalam memberikan keterangan.
Artalyta (A): Halo Pak Guru
Urip (U): Iya Ibu Guru.
A: Jadi gini ya. Besok itu intinya, sesuai keterangan beliau-beliau, sama yang kemarin. Sudah membantu Anda itu. Dia menyatakan itu dari awal 1, 2, 3 tidak ada indikasi. Jadi besok seperti itu saja, seperti keterangan pak 1 dan 2 yang dibaca di BAP saya. Itu bagus. Intinya, besok tetep konsisten pada jumlah itu, angka itu. Perbengkelan itu kan sudah ada apa namanya....
U: Apa itu?
A: Bukan, proposalnya
U: Iya
A: Menurut saya, itu kan sudah logis itu, bengkel itu
U: Ya
A: Ini harus, tapi diinget. Besok, satu itu di ujung
U: Ya
A: Anda kan menghadap ke depan yang paling kiri. Anda kan menghadap lima rektor itu (hakim). Anda kan menghadap lima rektor, nah itu yang paling kiri (anggota majelis hakim Andi Bachtiar). Nanti dia pasti ngulitin. Biasa, namanya ujian. Jadi dia pasti keras ininya. Tapi Anda kan penyelidik, Anda kan sebagai Urip ngerti hukum. Saya juga ngerti hukum, pasal ini, ini, ini, enggak boleh men-judgement orang. Dia kan negatif thinker. Satu itu aja. Ya kan?
U: Ya
A: Pokoknya, ulangannya saya, enggak naik-naik aja
U: Ya
A: Kalau yang masalah surat itu, ungkapan itu. Terserahlah Anda membuatnya, bagaimana Anda mengininya. Seolah-olah dalam keadaan seperti ini saya juga bagaimanalah. Saya enggak tega, dia terlalu baik, memberikan soal-soal ujian (pinjaman) pada saya. Jadi saya juga tidak tahu harus mengembalikan ini. Inilah keadaan saya sebenarnya. Pokoknya seperti yang saya awal itu.
U: Ya, saya konsisten kok orangnya. Ok! Ok! Saya sebenarnya, anu, sungkan. Saya biasa anu kok malah ngalor ngidul gitu
A: Enggak, sebenarnya saya kan sudah konsultasi... Ini saudara aman enggak sih kalau saya giniin
U: Enggak, ini cuma sama istri kok
A: Ke arah tv juga enggak?
U: Enggak-enggak.
Namun, ketika dikonfirmasi, Artalyta menolak jika dikatakan telah memengaruhi Urip dalam memberikan keterangan. "Apa maksud saksi menghubungi terdakwa?" tanya jaksa penuntut umum Sarjono Turin, Kamis (17/7).
"Asalnya dia tidak mau datang, dia tidak mau bersaksi. Saya minta agar dia menceritakan kejadian sebenarnya di pengadilan," jawab Artalyta.
"Apa maksudnya memberi petunjuk?" ujar JPU. "Bukan petunjuk, tapi mengungkapkan apa yang di persidangan saya," kilahnya.
Polri mengaku lalai sehingga terdakwa kasus suap Artalyta Suryani alias Ayin bebas berkomunikasi menggunakan telepon seluler dengan jaksa Urip Tri Gunawan, saat keduanya masih di sel tahanan
Sementara itu kalangan DPR mengecam keteledoran itu dan menuntut Polri bertanggung jawab.
Ada kelalaian yang dilakukan petugas Rutan Bareskrim Mabes Polri, ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira, di Mabes Polri, Jumat (18/7).
Menurut Abubakar, Artalyta menelepon pada 5 Juni menggunakan telepon seluler (Ponsel) anaknya. Artalyta juga menelepon lagi pada 10 Juni pukul 21.00 WIB. Abubakar menegaskan, di Rutan Polri, termasuk Rutan Bareskrim dan Brimob Kelapa Dua, tahanan tidak boleh memakai Ponsel. Karenanya, kata dia, Mabes Polri kini memeriksa polisi yang saat kejadian sedang bertugas menjaga Rutan. Kepada petugas atau oknum yang melakukan kelalaian akan dilakukan tindakan.
Sementara itu, kalangan DPR mengecam keteledoran Polri tersebut, menyusul. terbongkarnya skenario rekayasa persidangan yang akan dilakukan Urip dan Artalyta oleh KPK. Skenario itu disusun mereka melalui telepon, meskipun keduanya telah menghuni sel terpisah. Siapa di situ? Kan ada pimpinan atau kepala yang bertanggung jawab di ruang tahanan. Harus dilakukan tindakan pada mereka yang bertanggung jawab, kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR, Senayan, Jumat.
Sementara itu kalangan DPR mengecam keteledoran itu dan menuntut Polri bertanggung jawab.
Ada kelalaian yang dilakukan petugas Rutan Bareskrim Mabes Polri, ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira, di Mabes Polri, Jumat (18/7).
Menurut Abubakar, Artalyta menelepon pada 5 Juni menggunakan telepon seluler (Ponsel) anaknya. Artalyta juga menelepon lagi pada 10 Juni pukul 21.00 WIB. Abubakar menegaskan, di Rutan Polri, termasuk Rutan Bareskrim dan Brimob Kelapa Dua, tahanan tidak boleh memakai Ponsel. Karenanya, kata dia, Mabes Polri kini memeriksa polisi yang saat kejadian sedang bertugas menjaga Rutan. Kepada petugas atau oknum yang melakukan kelalaian akan dilakukan tindakan.
Sementara itu, kalangan DPR mengecam keteledoran Polri tersebut, menyusul. terbongkarnya skenario rekayasa persidangan yang akan dilakukan Urip dan Artalyta oleh KPK. Skenario itu disusun mereka melalui telepon, meskipun keduanya telah menghuni sel terpisah. Siapa di situ? Kan ada pimpinan atau kepala yang bertanggung jawab di ruang tahanan. Harus dilakukan tindakan pada mereka yang bertanggung jawab, kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR, Senayan, Jumat.
Citra buruk
Menurut Agung, bebasnya Artalyta menggunakan telepon seluler (Ponsel) untuk bersepakat dengan Urip, memberikan citra buruk bagi para penegak hukum. Hal ini menunjukkan bahwa Ponsel merupakan hal yang lumrah di dalam tahanan. Mungkin ini mencerminkan yang selama ini terjadi. Ini menggambarkan citra penegak hukum belum sesuai harapan masyarakat, imbuh Agung.
Agung juga mempertanyakan tentang munculnya sandi-sandi dalam percakapan tersebut. Bagaimana orang yang ditahan bisa punya sandi sendiri? Artinya ada komunikasi instens sebelumnya, kata Agung.
Terpisah, anggota Komisi III Gayus Lumbuun juga menilai kejadian ini sudah keterlaluan. Ini sudah menyimpang karena isi pembicaraan membahas skenario, kata Gayus.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR itu mengatakan, sebenarnya seseorang yang dipenjara boleh berkomunikasi dengan pihak luar. Namun, kata Gayus, semua itu harus dalam pengawasan.
Misalnya berhubungan dengan rohaniawan atau dokter yang memeriksa kesehatan tahanan, katanya.
Untuk itu, Gayus pun meminta Polri lebih waspada dan meningkatkan pengawasan. Untuk mencegah yang seperti ini terjadi lagi, ujarnya.
Pengamat hukum Deny Indrayana menilai, kasus hubungan telepon Artalyta-Urip semakin menguatkan bukti mafia peradilan sudah sedemikian menggurita. Sebenarnya tidak ada yang aneh dari kejadian itu. Jangankan Ponsel, cewek saja bisa dimasukkan ke penjara kok, katanya di Jakarta, Jumat.
Itu semua, ujar staf pengajar UGM Yogyakarta itu, semakin menunjukkan hukum di Indonesia benar-benar di bawah telapak kaki mafia peradilan. Semua kewenangan hukum, baik yang ada pada pengadilan, kejaksaan maupun di kepolisian, menurut dia, telah tergadaikan oleh kekuasaan dan harta.
Misalnya saja aparat polisi yang menjaga sel tempat Urip ditahan, juga bisa dijadikan pihak yang terlibat kasus itu karena seharusnya dalam penjara tidak boleh ada tahanan yang diperkenankan menggunakan Ponsel, tandasnya.
Namun, lanjut dia, ada pelajaran yang bisa dipetik masyarakat luas di balik terkuaknya skenario bohong tersebut. Yakni, publik menjadi tahu sandiwara dan dalih-dalih yang akan dicoba dibawa ke pengadilan
Menurut Agung, bebasnya Artalyta menggunakan telepon seluler (Ponsel) untuk bersepakat dengan Urip, memberikan citra buruk bagi para penegak hukum. Hal ini menunjukkan bahwa Ponsel merupakan hal yang lumrah di dalam tahanan. Mungkin ini mencerminkan yang selama ini terjadi. Ini menggambarkan citra penegak hukum belum sesuai harapan masyarakat, imbuh Agung.
Agung juga mempertanyakan tentang munculnya sandi-sandi dalam percakapan tersebut. Bagaimana orang yang ditahan bisa punya sandi sendiri? Artinya ada komunikasi instens sebelumnya, kata Agung.
Terpisah, anggota Komisi III Gayus Lumbuun juga menilai kejadian ini sudah keterlaluan. Ini sudah menyimpang karena isi pembicaraan membahas skenario, kata Gayus.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR itu mengatakan, sebenarnya seseorang yang dipenjara boleh berkomunikasi dengan pihak luar. Namun, kata Gayus, semua itu harus dalam pengawasan.
Misalnya berhubungan dengan rohaniawan atau dokter yang memeriksa kesehatan tahanan, katanya.
Untuk itu, Gayus pun meminta Polri lebih waspada dan meningkatkan pengawasan. Untuk mencegah yang seperti ini terjadi lagi, ujarnya.
Pengamat hukum Deny Indrayana menilai, kasus hubungan telepon Artalyta-Urip semakin menguatkan bukti mafia peradilan sudah sedemikian menggurita. Sebenarnya tidak ada yang aneh dari kejadian itu. Jangankan Ponsel, cewek saja bisa dimasukkan ke penjara kok, katanya di Jakarta, Jumat.
Itu semua, ujar staf pengajar UGM Yogyakarta itu, semakin menunjukkan hukum di Indonesia benar-benar di bawah telapak kaki mafia peradilan. Semua kewenangan hukum, baik yang ada pada pengadilan, kejaksaan maupun di kepolisian, menurut dia, telah tergadaikan oleh kekuasaan dan harta.
Misalnya saja aparat polisi yang menjaga sel tempat Urip ditahan, juga bisa dijadikan pihak yang terlibat kasus itu karena seharusnya dalam penjara tidak boleh ada tahanan yang diperkenankan menggunakan Ponsel, tandasnya.
Namun, lanjut dia, ada pelajaran yang bisa dipetik masyarakat luas di balik terkuaknya skenario bohong tersebut. Yakni, publik menjadi tahu sandiwara dan dalih-dalih yang akan dicoba dibawa ke pengadilan
gelow panjang pisan.. males bacanya.. wakaka.a.
ReplyDeleteIya Wil.. gelo.. saha nu posting sih? :lol: ha.ha.ha.
ReplyDeletemukanya putih amat kayak lagi main wayang tiap mau mooncake an nih... :wink:
ReplyDeletecoba di ringkas...
ReplyDeletehahahahhaha iya yah bedaknya ga cocok tuh ...pdhal duitnya banyak
postingannya banyak ?? ?? ?? yah 8)
ReplyDeleteaku liat sih banyak tanda � aku gak tau di yg laen pada liat-nya jadi apa .. kalo aku itu gambar kotak di atasnya kayak tulisan FF di bawahnya FD gitu... aneh banget
ReplyDeletekamu ternyata edit wp-config.php ya bang. dibilangin dulu jgn kasih space. udah saya benerin boleh dicoba lagi tuh. Cuma yg sudah ter posting kepaksa edit sendiri hilangin si �� nya atau ya pasrah biarin apa adanya.. :mrgreen:
ReplyDeleteohhh pantesan.. ha.ha.ha. iya di kasih space.. jadi gara2 itu ya.. ha.ha.ha. kacaw
ReplyDeletehmmm Miko.. kok kayak gak nyambung? 8O
ReplyDeletewah diurut bnyk banget ya korupsi dikejaksaan :oops:
ReplyDeletediurut gmn maksudnya? salah urat?? patah tulang?? J/K :mrgreen:
ReplyDeleteMales ah bacanya, kayanya gak penting jg... mendingan mikirin yang lain... hahaha....