Skip to main content

Istri Harus Tunduk Pada Suami?



Kemarin ini Willy sempet singgung soal Istri Harus Tunduk Pada Suami, yang diambil dari Kitab Efesus.. menarik diperhatikan adalah kata Tunduk. Bagi aku, Tunduk itu berkonotasi negarif. Tunduk itu nurut 100% tanpa bantahan, tanpa pikiran. Mungkin seharusnya bukan diterjemahkan sebagai tunduk...

http://www.sg-chem.net/UC1838/arthur-and-wife.jpg



[tab:SABDAWEB]






























































































TBHai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
BISIstri, tunduklah kepada suamimu, seperti kepada Tuhan.
FAYHPara istri, hendaklah Saudara menyerahkan diri kepada pimpinan suami, sebagaimana Saudara menyerahkan diri kepada Tuhan.
DRFT_WBTCHai istri, relalah melayani suamimu, sama seperti Tuhan.
TLHai segala isteri orang, hendaklah kamu tunduk kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
KSIHai para istri tunduklah kepada suamimu, seperti kepada Tuhan.
DRFT_SBHai segala isteri orang, hendaklah kamu menundukkan dirimu kepada suamimu seperti kepada Tuhan:
BABAHei sgala bini orang, tundok-lah k-pada kamu sndiri punya laki, sperti k-pada Tuhan.
KL1863{Kej 3:16; 1Ko 14:34; Kol 3:18; Tit 2:5; 1Pe 3:1} Hei segala istri! toendoeklah dirimoe sama lakimoe, saperti sama Toehan.
KL1870Hai segala isteri, hendaklah kamoe toendoek kapada soeamimoe saperti kapada Toehan.
DRFT_LDKHej bini 2 hendakhlah kamu taxalokhkan dirimu pada suwamij 2 mu jang chats, seperti pada maha Tuhan:
ENDEDemikian para isteri harus tunduk kepada suaminja bagaikan kepada Tuhan.
TB_ITL_DRFHai isteri <1135>, tunduklah kepada suamimu <2398> <435> seperti <5613> kepada Tuhan <2962>,
TL_ITL_DRFHai segala isteri <1135> orang, hendaklah kamu tunduk <2398> kepada suamimu <435> seperti <5613> kepada Tuhan <2962>,
AV#Wives <1135>, submit yourselves <5293> (5732) unto your own <2398> husbands <435>, as <5613> unto the Lord <2962>.
BBEWives, be under the authority of your husbands, as of the Lord.
MESSAGEWives, understand and support your husbands in ways that show your support for Christ.
NKJVWives, submit to your own husbands, as to the Lord.
PHILIPSYou wives must learn to adapt yourselves to your husbands, as you submit yourselves to the Lord,
RWEBSTRWives, submit yourselves to your own husbands, as to the Lord.
GWVWives, place yourselves under your husbands' authority as you have placed yourselves under the Lord's authority.
NET*Wives, submit* to your husbands as to the Lord,
NET5:22218

Wives, submit219

to your husbands as to the Lord,

dari Sabdaweb

[tab:A Pilgrim's Progress]

Majalah getLIFE!
Edisi 07 - Oktober 2004
LIFE!Diary

Dear Diary:

Sabtu, 11 September

Diary chayank,

Saat renungan pagi hari ini aku membaca Efesus 5 yang membahas mengenai hubungan antara suami dan istri. Aku kaget sekali waktu membaca ayat 22-24 yang mengatakan: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat, karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.”

Oh, kenapa Tuhan harus ‘menodai’ Kitab SuciNya dengan pengajaran yang semacam itu? Masa isteri harus tunduk kepada suami? Apakah istri lebih inferior dari suami? Kenapa tidak suami ke istri? Bagaimana dengan maraknya kasus para suami yang tidak bertanggung-jawab dan menyalah-gunakan ayat ini dengan memperlakukan isteri mereka secara semena-mena? Belum lagi kalau para suami itu ternyata tidak sebijaksana istrinya. Rasanya ini sesuatu yang tidak adil!

Kebetulan besok hari Minggu. Aku mesti tanya tentang hal ini pada Ibu Jeni, istrinya Pdt. Markus. Rasanya dia cukup bisa dipercaya untuk ditanyai, dan aku bisa diskusi dengan terbuka soal ini dengan dia. C.u. t’row dear diary!

Minggu, 12 September

Diary chayank,

Thanks God Ibu Jeni sedang tidak sibuk hari ini. Aku tidak bakalan sabar kalau mesti menunda pertanyaan ini sampai minggu depan. “Apakah ayat ini masih layak untuk diterapkan dalam jaman ini? Apakah tulisan Rasul Paulus ini lebih merupakan refleksi dari budaya pada masa ia hidup yang memang sangat Patriarkhal?” tanyaku berapi-api.

Ibu Jeni tampak tenang ketika menjawabku. Menurutnya, ia percaya hal ini diinspirasikan oleh Tuhan dan masih berlaku hingga jaman ini. Aku langsung menyambarnya sebelum ia sempat berkata lebih lanjut, “Bagaimana mungkin kita bisa percaya akan hal seperti itu?”

“Ini bukan masalah budaya tapi memang rancangan Tuhan sejak ia menciptakan manusia. Dalam 1 Korintus 11:8-9 Rasul Paulus menjelaskan pada pria dan wanita di Korintus bahwa suami adalah kepala dan istri perlu tunduk pada suaminya. “Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.” kata Ibu Jeni sambil membaca Alkitab.

Aku merasa skeptis sekali mendengar penjelasan ini. Rasanya koq seksis sekali. Walaupun aku tidak merasa diriku seorang feminis, aku tidak sudi hidup dalam belenggu perbudakan terselubung seperti itu.

Ibu Jeni rupanya dapat menerka pikiranku. Dengan sabar ia menjelaskan lagi padaku. “Jessica, Tuhan tahu bahwa Adam membutuhkan penolong sejak awal. Dia seorang perencana yang baik. Dia tidak tiba-tiba menyadari hal itu baru setelah Adam diciptakan. Dia punya alasan yang jelas mengapa Hawa diciptakan setelah Adam. Itu disebabkan karena Dia ingin menciptakan suatu keteraturan dan garis otoritas yang jelas dalam keluarga.

Tuhan bilang Hawa diciptakan sebagai penolong yang sepadan untuk Adam (Kejadian 2:18). Karena itu ketika Paulus menulis suratnya dalam 1 Korintus, ia merujuk pada alasan awal dari penciptaan pria dan wanita di Kitab Kejadian, dan bukan pada budaya saat Paulus hidup. Karena itulah maka hal ini bukan suatu budaya yang bersifat sementara, yang dapat berubah dari jaman ke jaman atau budaya ke budaya, tapi lebih merupakan suatu original design.”

“Tapi, tidakkah ayat ini mengimplikasikan bahwa wanita lebih rendah dari pria?” tanyaku.

“Oh, tidak sama sekali, Jessica. Wanita tidak lebih rendah dari pria, tapi mereka memang mempunyai peran yang berbeda. Perbedaan peran ini tidak berarti pria lebih superior dan wanita lebih inferior. Ingatkah kamu bahwa Roh Kudus digambarkan sebagai ‘Penolong’ dalam Yohanes 14:16? Dengan menjadi ‘Penolong’, tidak berarti Roh Kudus lebih inferior, bukan?”

Mungkin Ibu Jeni masih melihat keraguanku, karena itu ia menjelaskan lebih lanjut. “Lagipula peran pria dan wanita yang berbeda tidak sinonimus dengan perbedaan arti dari wanita dan pria di mata Allah. Mana yang lebih penting, sepatu kanan atau sepatu kiri? Sama seperti sepatu kanan yang tidak lebih penting dari sepatu kiri, maka suami dan istri memiliki harga yang sama, tapi peran yang berbeda, supaya mereka bisa bekerja sama dalam kasih.”

Diary chayank, kalau aku pikir-pikir, sikap tunduk memang merupakan sesuatu yang tak terhindarkan dalam hidup. Apakah jika kita tunduk berarti kita inferior? Bukankah Yesus sendiri tunduk pada BapaNya yang di surga walaupun Ia memiliki kedudukan yang sama dengan Bapa? Ini berarti kesamaan kedudukan (equality in status), tidak berarti adanya kesamaan peran. Tapi perbedaan peran ini bukan sesuatu yang merendahkan, bukan? Dan seorang pemimpin yang baik sebenarnya adalah seorang servant-leader karena ia memang melayani mereka yang sudah dipertanggung-jawabkan dalam otoritasnya.

Oh ya, aku hampir lupa. Balik lagi ke percakapan dengan Ibu Jeni. Aku sempat bertanya tentang fakta dari banyaknya suami yang tidak bertanggung-jawab dan menyalah-gunakan ayat ini untuk bersikap seenaknya pada istri mereka. Karena itu ada banyak istri yang tidak mau tunduk pada suami mereka, yang katanya berperan sebagai pemimpin dalam keluarga.

“Memang sangat disayangkan sekali ada banyak suami yang menyalah-gunakan ayat ini.” kata Ibu Jeni. “Mereka hanya membaca bagian ayat untuk wanita saja (ayat 24) di Efesus 5 ini. Padahal masih ada kelanjutannya di ayat 25-30 yang berkata ‘Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya…demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.’

Karena itu saya yakin, kebanyakan wanita menolak untuk tunduk bukan karena mereka tidak setuju dengan apa yang Alkitab katakan di Efesus, tapi karena mereka menolak kesewenang-wenangan para suami yang menyalah-gunakan wewenang mereka.” ujar Ibu Jeni.

Itu benar sekali! Aku yakin kebanyakan istri tidak punya masalah untuk tunduk pada suami yang mengasihi mereka seperti Kristus yang mengasihi gerejaNya, dan yang melaksanakan otoritas tersebut untuk kebaikan istrinya. Aku kemarin memang berhenti membaca sampai ayat 24 karena aku terlalu kaget dan takut untuk membaca lebih lanjut.

“Jadi walaupun suami memiliki otoritas sebagai pemimpin, baik ia maupun istrinya harus sama-sama saling berkorban untuk kebaikan mereka berdua. Sama seperti Kristus yang mengasihi dan mengorbankan diriNya bagi pengantinNya (yaitu gerejaNya), maka suami pun dipanggil untuk bersikap seperti itu. Seorang suami yang baik pasti akan mendengarkan pendapat dan masukan dari istrinya ketika harus mengambil suatu keputusan; sehingga keputusan itu tidak jadi sesuatu yang semena-mena.” lanjut Ibu Jeni.

Wah, kalau benar demikian, akan merupakan suatu kehormatan bagi seorang wanita untuk menjadi istri dari suami yang seperti itu. Kalau suatu saat aku menikah, aku mungkin tidak selalu setuju dengan apa yang suamiku putuskan, tapi setidaknya aku akan dapat menghormati posisinya sebagai pemimpin yang telah Tuhan urapi dalam keluarga. Aku akan mencoba mengikuti keputusannya (asalkan keputusannya itu tidak membuatku berdosa pada Tuhan), dan percaya bahwa Tuhan akan mampu bekerja melalui dirinya.

Rupanya hari ini aku menulis panjaaang sekali. Tapi aku memang belajar banyak hari ini. C.u. later, am sleepy now. Daaagh…



Selasa, 14 September

Diary chayank,

Hari ini Tony mengajakku ikut kelas dansa waltz. Tadinya malas sich, tapi karena dulu aku pernah janji, akhirnya aku ikut juga. But you know what, kasiaaaaan deh Tony. Dia pasti nyesel ngajak aku, soalnya aku menginjak kakinya sampai lima kali!

Ketika dia mencoba memimpinku agar bergerak ke satu arah, aku malah memimpin dia untuk bergerak ke arah yang lain. Akibatnya aku ikut terinjak juga! Tony berusaha memberiku beberapa tips agar aku bisa dansa. Ternyata, aku justru belajar lebih banyak tentang kehidupan saat belajar dansa ini. Aku menemukan bahwa hubungan suami dan istri itu mirip dengan acara dansa waltz: pria memimpin dan wanita mengikuti dengan penuh kepercayaan. Perannya beda, tapi justru perbedaan inilah yang melengkapi dan membuat gerakan dansa menjadi harmonis.

Dalam suatu acara dansa, biasanya ada seorang yang jadi koreografernya. Menurutku dalam suatu pernikahan, Tuhanlah koreografer kita. Karena Dia yang menciptakan pernikahan, maka Dia pula yang menciptakan peran terbaik bagi suami dan istri. Jika suami dan istri memiliki hubungan yang baik dengan Koreografer mereka (Tuhan), maka mereka akan mendengarkan berbagai instruksiNya dengan baik sehingga dansa mereka akan jadi lebih indah dan harmonis. Sebaliknya, jika mereka menutup telinga terhadap instruksi Sang Koreografer, dengan mudah mereka dapat saling menginjak atau terinjak ketika ‘berdansa’.

Lagipula setelah kupikir-pikir, sikap tunduk seorang wanita seperti yang Paulus ajarkan di Efesus 5 itu bukan membatasi, tapi justru memaksimalkan peran kewanitaannya. Mangkok memang bisa dipakai untuk minum air teh, tapi mangkok bukan dirancang sebagai alat untuk minum teh. Cangkirlah yang telah dirancang secara khusus untuk hal itu. Jadi dengan mengikuti rencana Tuhan sebagai Koreografer, Pencipta dan Desainer kita, wanita akan mencapai potensinya yang tertinggi sesuai dengan desain aslinya dari Sang Pencipta sebagai seorang penolong, pendorong, motivator dan inspirator suaminya.

Wah, aku senang sekali bisa memikirkan semua hal ini dari acara kelas dansa. Mungkin aku mau lebih sering ikut kelas ini. Diary chayank, aku mesti berhenti tulis dulu, karena kakiku masih sakit. Mungkin aku perlu merendamnya dengan air dingin. Daag!** (JS)

Oleh: Jessica Santoso

dari A Pilgrim's Progress

[tab:Sinar Harapan]

Relasi Suami-Istri





Oleh
Pdt Mangapul Sagala

Keluarga bahagia sangat ditentukan oleh relasi suami istri. Itulah sebabnya, ketika rasul Paulus membahas keluarga bahagia, ia segera menyoroti soal hubungan antara suami dan istri (Efesus 5:21-33).
Hubungan dan nasihat seperti apakah yang di-berikan Alkitab dalam rangka membangun hubungan suami istri yang benar dan bahagia? Menarik sekali mengamati kenyataan ini: dari antara sekian banyak nasihat atau perintah yang mungkin diberikan, Firman Tuhan di atas menyebut dua perintah penting yang merupakan kunci membangun hubungan suami-istri yang harmonis.

Perintah untuk Istri
Pada bagian Alkitab tersebut di atas, kata atau perintah pertama adalah tunduk. “Hai istri, tunduklah kepada suamimu, seperti kepada Tuhan” (Ef 5:22). Tunduk seperti apakah yang dimaksud dalam perintah tersebut? Dalam anak kalimatnya kita membaca “seperti kepada Tuhan”. Dengan perkataan lain, sebagaimana istri tunduk kepada Tuhan, demikianlah istri diperintahkan untuk tunduk kepada suaminya. Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah hupotassamenoi/hupotassomai. Kata tersebut digunakan dalam konteks militer, di mana seorang tentara tunduk kepada komandannya, atau seorang budak tunduk kepada tuannya. Menurut teolog besar, Karl Barth, kata ini berarti “giving up one’s own right or will” atau “to subordinate one’s self”.
Dasar perintah tersebut jelas, di mana ditegaskan bahwa suami adalah kepala istri (ayat 23). Oleh karena itu, perintah tersebut menjadi semakin jelas ketika hubungan suami dengan istri digambarkan seperti jemaat kepada Kristus. “...sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikianlah juga istri kepada suami dalam segala sesuatu” (ayat 24). Jadi, sebagaimana jemaat tunduk sepenuhnya kepada Tuhan Yesus, demikianlah istri diperintahkan untuk tunduk sepenuhnya kepada suaminya.
Dalam beberapa konseling pasutri (pasangan suami istri), penulis mengamati bahwa ada beberapa penyebab, di mana istri mengalami kesulitan untuk tunduk kepada suaminya. Sebagai contoh, masalah usia. Kelihatannya, jika istri memiliki usia lebih tua dari suaminya--apalagi terpaut cukup jauh--maka hal itu dapat menjadi penghambat untuk tunduk.
Demikian juga, jika istri memiliki latar belakang pendidikan atau pekerjaan lebih tinggi atau keluarga lebih baik (baca: kaya) dibandingkan suaminya, ada kemungkinan hal-hal itu membuat istri menanduk, bukan tunduk kepada suaminya. Dalam kondisi yang demikian, dibutuhkan penyangkalan diri dari pihak istri agar tetap tunduk dan menghormati suaminya.

Perintah untuk Suami
Meresponi perintah “tunduk” tersebut di atas, seorang istri pernah berkata: “Jika demikian halnya, suami akan bertindak sewenang-wenang”. Namun demikian, Alkitab tidak mengizinkan hal itu terjadi. Mengapa? Karena firman Tuhan tersebut di atas memberikan perintah kedua yang sangat penting dan serius untuk diperhatikan oleh setiap suami. Setelah kata “tunduk”, selanjutnya muncul kata “kasih”. “Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat” (ayat 25). Kasih seperti apakah yang diharapkan dari seorang suami kepada istri? Jawabnya jelas dan tegas. Kata yang digunakan dalam bahasa Yunani adalah agapate/agapao. Sama seperti Kristus mengasihi jemaatNya, demikianlah suami dituntut mengasihi istrinya. Gary Smalley dalam bukunya The Language of Love menguraikan betapa pentingnya kwalitas kasih tersebut, karena hal itu akan memberikan rasa aman kepada istri.
Kasih yang dimaksud bukanlah tergantung situasi dan kondisi. Misalnya, mengasihi istri jika kondisi ekonomi dan pekerjaan membaik. Kasih yang dimaksud adalah merupakan sebuah tekad penuh dan terus-menerus. “Security is the assurance that someone is committed to love... It’s a constant awareness that whatever difficulties we face, we’ll work to solve our problems together” (Gary Smalley & John Trent, hal 108).
Mengapa suami gagal melakukan perintah tersebut? Penulis mengamati ada beberapa penyebab. Salah satunya adalah ketika suami mulai melihat dan menyoroti kelemahan dan kekurangan istrinya, baik secara fisik maupun rohani.
Dalam sebuah konseling, seorang suami mengatakan ketidakcocokannya dengan istri, dan sekiranya memungkinkan, dia siap untuk menceraikannya. Apa alasannya? Menurut suami tersebut, dia tidak lagi tertarik kepada istrinya.
“Apakah dulu Anda dijodohkan kepadanya, atau dia merupakan pilihan Anda sendiri?”, demikian tanya penulis. Dia menjawab dengan “Memang pilihan sendiri. Tapi dia dahulu cantik dan menarik. Tapi sekarang, wah, bukan saja tidak lagi langsing tapi sudah langsung (gendut) dan ...”
Nampaknya, kondisi seperti di atas juga dapat didorong adanya pihak ketiga, di mana suami mulai melirik perempuan lain. Semakin terbuka hati seorang suami kepada wanita lain, pada saat yang sama, semakin tertutup hatinya kepada istrinya.
Kasih suami kepada istri digambarkan seperti tindakan Kristus mengasihi jemaat-Nya. Itu berarti kasih yang menerima istri apa adanya. Tidak menuntut. Itu juga berarti kasih yang rela berkorban demi istri. Kasih yang demikian sungguh dahsyat, karena sama seperti Kristus, kasih itulah yang mengubahkan dan menjadikan “jemaat kudus dan tidak bercela” (ayat 27). Semoga kedua perintah di atas semakin dihayati oleh suami dan istri dan semakin kreatif menerapkannya dalam hidup sehari-hari. n

Penulis adalah alumnus Trinity Theological College, Singapura, pendiri Yayasan Binadunia, staf senior Perkantas Jakarta.


dari Sinar Harapan

[tab:Rehobot Online]

Istri Tunduk, Suami Mengasihi ? Yang Bagaimana ?





Kalau Alkitab menghendaki istri tunduk kepada suami, apakah ketertundukan ini mutlak dan tidak terbatas, seperti blangko cek yang ditandatangani. Tentu tidak. Ada beberapa catatan yang harus dikemukakan disini.

Pertama, mekanisme ini berlaku bagi keluarga Kristen dimana theokrasi terealisir atas rumah tangga tersebut. Bila pemerintahan Allah ada dalam suatu rumah tanggga, berarti Yesus ada di atas suami. Dala hal ini wewenang yang dimiliki suami bukan wewenang untuk digunakan semena-mena. Tetapi wewenang yang dibungkus dengan kasih Kristus demi kemuliaan Allah dan tegaknya rumah tangga Allah atau pemerintahan Allah dalam keluarga. Untuk ini seorang suami harus menjadi imam. Dalam hal ini harus ditegaskan bahwa hubungan suami istri dapat menjadi lambang hubungan Kristus dengan jemaat (Efe 5:32).

Kedua, tunduk disini harus dimengerti sebagai tunduk untuk mengabdi bagi kemuliaan Kristus, sebab baik suami maupun istri adalah hamba-hamba Tuhan Yesus Kristus. Wewenang yang dimiliki suami bukan wewenang untuk memeperbudak istri bagi kepentingan diri dan ambisinya. Harus diingat bahwa suami harus mengasihi istrinya seperti tubuhnya sendiri (Efe 5:28; Kol 3:19; 1Pet 2:16).

Ketiga, tunduk disini adalah tunduk yang tidak mengorbankan iman Kristen dan ketaatan kepada Firman Tuhan dan kesetiaan kepada Kristus. Dalam hal ini istri bisa menolak ajakan atau perintah suami apabila ajakan atau perintah tersebut bertentangan dengan Firman Tuhan dan merusak kesetiaan kepada Kristus. Harus diingat wanita, walaupun sudah menjadi istri seorang pria, tetaplah “hamba Allah” (1Kor 7:23; 1Pet 2:16).

Selanjutnya dalam Efesus 5:25, disebutkan bahwa suami harus mengasihi istri seperti “Kristus mengasihi jemaat”. Dalam hal ini, suami harus melihat kasih Kristus sebagai prototype atau teladan kasih yang harus dikenakan terhadap istri. Untuk itu kita harus mengerti tempat Kristus bagi jemaat. Kristus adalah kepala atau pemimpin yang memimpin kepada kebenaran (Ibr 12:1-5). Ini berarti supremasi suami terhadap istri bukanlah kewenangan untuk berlaku sewenang-wenang, tetapi memimpin istri kepada kebenaran. Dalam hal ini suami harus menjadi teladan iman dan pemimpin rohani dalam keluarga. Suami sebagai kepala istri maksudnya adalah bahwa suami harus menjadi terdahulu dalam membawa anggota keluarga termasuk istrinya kepada Tuhan. Jadi kewenangan suami diatas istri bukanlah alat untuk memperalat atau memanfaatkan istri guna pelampiasan keingina pribadi, sebab bila hal ini terjadi, maka hubungan suami istri sudah menjadi sebuah “perbudakan”. Idealnya suami harus mampu menjadi “gembala sidang keluarga”.

Seperti Kristus berkorban untuk jemaat, demikian pula suami harus berkorban bagi keluarga. Hal ini juga ditegaskan oleh Allah Bapa dalam Kejadian 3:19, bahwa manusia (laki-laki) akan berpeluh dalam mencari nafkah. Sebagai “penolong”, istri dapat membantu suami mempertahankan ekonomi keluarga, tetapi suami tidak boleh menjadikan istri “sapi perahan” guna menunjang kebutuhan keluarga.

Dari Rehobot Online

[tab:END]

Comments

  1. btw apakah istri selalu harus lebih muda dari suami ??? it's suck.lagi lagi aku tidak terima atas Firman yg di siratkan menjadi penyudutan akan Tuhan.Musti dengan penjabaran bertele tele, dengan pelbagai ilmu tingkat tinggi,namun di pahami dengan sangat mudah karena iman. Why ??? rahasia Tuhan karena perceraian(pernyataan2 artis), bencana alam, doa pertolongan, Israel menyerang Palestina ???

    ReplyDelete
  2. hmmm coba satu2 YY, kayaknya km comment ada 10 topik... gmn gmn...

    ReplyDelete
  3. Hah? di mana ada tulisan istri harus lebih muda dari suami ko?

    ReplyDelete
  4. tunduk?
    hmmm... secara kodrat wanita diciptakan sejajar dengan pria [tulang rusuk adam]. sejajar dalam arti sebagai penolong yang sepadan [kej: 2:20]
    soal tunduk, tolong baca ampe abis ayatnya bang: 1 petrus 3:1-2 dan ada imbangan ayat buat para suami : 1 petrus 3:7

    jadi ga tunduk sebagai budak [kalo pendapat gw], lha kayq kita ke yesus harus bagaimana? tunduk juga bukan? anda yg bukan kristen tp punya agama harus tunduk juga bukan dengan apa yg kalian imani?

    disitu maksud tunduk! IMHO - sori kalo salah2 kata!

    ReplyDelete
  5. Si Goez banyak2 sori akhir2 ini.. apa udah deket Idul Fitri gitu?

    Seperti kata aku di atas.. kayaknya harusnya bukan tunduk deh.. coba baca itu terjemahan2 yg aku posting dari sabdaweb... lebih cocok ke hormat kalo menurut aku sih.. karena tunduk itu konotasinya negatif.. gimana menurut yg laen? jgn tunduk aja donk.. coba di baca blog-nya ya :)

    ReplyDelete
  6. hahahha...klo kata aku seh tunduk tuh emang lbh ke hormat yah....istri jg boleh kok kasih masukan ato kritikan buat suami tp kan suami sebagai kepala..jadi dia berhak memutuskan ...kita istri meskipun keputusan suami itu kita ga setuju tp yah tetep harus hormatin keputusan dia..nah pertanggungjawaban suami atas keputusan2nya itu yah sama Tuhan ...jadi istri jg jgn tktlah krn kepala rumah tangga yang sebenarnya itu adlah Tuhan

    ReplyDelete
  7. kalau istri tidak tunduk kepada suami apa suami bisa jadi kepala keluarga?

    kalau istri bantah2x terus kata2x suami apa nantinya bisa kasih contoh yang baik ke anak untuk tunduk sama orang tua?

    kalau semua orang dikeluarga ikut ngatur apa keluarga bisa diatur?

    Jadi memang menjadi seorang suami tuh bukan maha agung dan sok benar..jadi sang istri bisa menjadi penasihat dalam keluarga. Tapi di akhir hari bila sang suami memutuskan sesuatu, maka itulah yang harus dihormati sama semua keluarga.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ahli / Tukang Urut di Bandung

Bagi yang pernah kecelakaan, keseleo, tulang keluar dari persendian, patah tulang, dan masalah-masalah lain dengan tulang dan otot, ahli urut atau tukang urut adalah seseorang yang kita andalkan untuk pengobatan alternatif diluar kedokteran. Persepsi masyarakat mengenai lembaga rumah sakit dan kedokteran masih terdapat kebimbangan walau sudah lebih lebih baik dibanding 10 tahun lalu. Masih ada pemikiran dokter + rumah sakit lebih mementingkan test-test yang berlebihan untuk pasien. Disinilah celah yang diisi oleh ahli urut. Ahli urut berperan sebagai seorang dokter dan ahli terapi. Perlu diperhatikan, menurut saya, sebaiknya tetap ke dokter dulu, x-ray kalau memang diperlukan. Apabila tulang retak atau patah, sebaiknya kunjungan ke ahli urut ditunda dulu. Berikut daftar Ahli urut yang berhasil dihimpun berkat teman2 di facebook...

ExoticAzza : Lola

Find out the differences between NonaManis.com, MoreNonaManis.com, ExoticAzza.com and IndoAmateurs.com - read our FAQ or go to  NonaManis.com . Your email program/account might have a spam filter which mistakenly marks our emails as spam. Please make sure to add admin@exoticazza.com, admin@indoamateurs.com and admin@morenonamanis.com to your safe senders list. WARNING: ADULT MATERIALS FOR CONSENTING ADULTS OVER 21 YEARS OF AGE

More Nona Manis : Fina

Find out the differences between NonaManis.com, MoreNonaManis.com, ExoticAzza.com and IndoAmateurs.com - read our FAQ or go to  NonaManis.com . Your email program/account might have a spam filter which mistakenly marks our emails as spam. Please make sure to add admin@exoticazza.com, admin@indoamateurs.com and admin@morenonamanis.com to your safe senders list. WARNING: ADULT MATERIALS FOR CONSENTING ADULTS OVER 21 YEARS OF AGE